Hikayat Modern

KERAJAAN GADING


         Masa kepemimpinan raja Rajasa, kerajaan Gading di desa Lingga sangat sejahtera, aman, tentram, damai dan bersahaja. Sekian lama baginda raja menderita sakit. Dipenghujung waktu, raja berwasiat kepada seluruh patih kerajaan, prajurit dan para keluarga raja. Bahwa Sultan Syah Indar, putra sulung raja Rajasa lah yang akan menggantikan kepemimpinannya. Raja Rajasa wafatlah sudah. Sebelum menjadi raja, Sultan Syah Indar terkenal baik. Tapi, setelah Sultan Syah Indar menduduki tahta kerajaan, ia menjadi tamak dan gila kekuasaan. Sifat keserakahannya itu dapat membuat rakyatnya tertindas.
Desa Lingga tak begitu luas, sepanjang daun padi selebar daun talas dihuni oleh orang awam, tua muda, kecil besar, bekerja di pasar, membuat sangkar dibawah kepemimpinan raja Indar. Rakyat wajib membayar upeti kepada kerajaan sebagai pajak. Mereka hidup berkelompok. Rukminto adalah salah seorang bagian dari rakyat awam. Tinggalnya di sebrang sungai tidak jauh dari kerajaan. Rukminto adalah rakyat kecil, taat, mahir ilmu kanuragan, ia juga memiliki sikap kritis terhadap setiap kebijakan yang dikeluarkan kerajaan.
Rukminto bekerja membuat sangkar burung. Setiap harinya, ia mencari kayu di hutan ditemani oleh sesosok makhluk kasap mata seperti manusia. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. Rukminto termasuk orang yang dapat melihat makhluk itu.
“Rukminto. . .” panggil makhluk itu dengan lirih.
“Ampun, jangan makan saya, daging saya sedikit, keras, tidak enak” jawabnya dengan ketakutan.
“Tenang-tenang kau tidak perlu takut padaku. Aku tidak bermaksud jahat padamu. Panggil saja aku Ubuwana.”
“Baiklah kalau begitu. Tapi. . . siapakah sebenarnya tuan Ubuwana? Darimana asalnya? Kenapa tuan bisa tahu nama saya? Dan untuk apa tuan disini?” Tanya Rukminto dengan rasa
keingintahuannya.

“Sebenarnya aku dewa dari negri kayangan di lagit ketujuh. Aku disini diutus oleh bagindaku untuk membantu orang-orang yang sedang memerlukan bantuan.”

“Bagaimana tuan mengetahui jikalau saya memerlukan bantuan?”

“Disana ada cemethi air suci yang dapat memerlihatkan sesuatu apa yang kita minta. Pada saat para dewa-dewi berkumpul, baginda negri kayangan melihat ada seorang yang memerlukan bantuan di desa Lingga. Ia bernama Rukminto, apabila kau memang benar Rukminto, berarti aku tidak salah orang.”
“Begitu rupanya. . trimakasih tuan. . “
“Hahaha tak perlu lah kau seperti itu,”

Sekian lama mereka berdua bercakap-cakap, selesailah Rukminto mencari kayu lekas ia pulang kerumah. Dibuatnya sangkar-sangkar itu di halaman rumahnya. Saat diperjalanan pulang,ia bertemu dengan raja Indar, raja baru di kerajaan Gading. Raja Indar menaiki kuda yang dikawal oleh para patihnya menuju hutan untuk berburu.
“Hormat hamba baginda. . “, sapa Rukminto dengan sopannya.
“Ya.” Jawab raja Indar dengan ketus.
Raja Indar lewat begitu saja, tidak ramah kepada rakyatnya. Kadang bermarah-marah apabila meminta upeti. Rukminto mulai berfikir, apakah raja seperti itu baik untuk rakyatnya? Baik untuk kesejahteraan masyarakatnya? Fikiran buruk itu dibuangnya jauh-jauh olehnya, lalu ia melanjutkan perjalanan pulang.
Sesampainya di hutan, raja Indar sangat marah karena ia tidak melihat satu pun hewan yang dapat ia dapatkan. Ia menyuruh para patihnya untuk mencari hewan buruan. Mendengar marahnya sang raja, makluk halus teman Rukminto, tuan Ubuwana terbangun dari tidurnya. Ia terkejut mendengar kemarahan sang raja. Setelah dilihatnya, ternyata ada seseorang sedang marah-marah. Tuan Ubuwana duduk terdiam melihat kemarahannya. Dalam kediamannya itu tuan Ubuwana berfikir.
“Siapa gerangan memakai baju emas, berkuda dengan beberapa orang lainya, tapi yang berkuda hanya satu. Apa mungkin ia seorang raja di desa ini ya?”
Diperhatikannya raja Indar. Tidak lama kemudian, raja pulang dengan tangan kosong. Sepanjang perjalan menuju istana, raja Indar marahnya bukan main. Ia kesal tidak bisa mendapatkan
hewan buruan. Sesampainya di kerajaan, raja Indar mengumpulkan prajurit untuk meminta upeti kepada rakyat.
            “Prajurit!”
“Sendiko dawuh Baginda,”
“Sekarang sudah waktunya rakyat membayar upeti. Cepat perintahkan kepada rakyat untuk segera membayarnya. Apabila mereka tidak mau membayar, minta secara paksa!”
“Sendiko dawuh Baginda”
Prajuri hanyalah prajurit. Mereka hany bisa menjalankan perintah. Mereka takut untuk membantah apalagi tidak menjal;ankan tugas, bisa-bisa kepala mereka menjadi gantinya. Sesegera mungkin prajurit melaksanakan perintah sang raja. Sesampainya di rumah penduduk, prajurit langsung meminta upeti kepada penduduk.
“Hei cepatlah kau membayar upeti sekarang juga!”
“Tapi tuan, saya belum punya uang,” bantahnya dengan lesu.
“Aku tidak mau tahu cepat!”
“tapi tuan. . . .” belum selesai melanjutkan bicara, prajurit itu langsung memukulnya dan meminta upeti secara paksa.
“Banyak alasan kamu!”
Para prajurit meminta upeti secara paksa. Hal itu berlaku untuk para penduduk yang melawan saat pembayaran upeti. Rukminto pun mulai gelisah lagi,
“apalah yang sedang dilakukan tuanku ini?”
* * *
Seperti biasanya Rukminto pergi ke hutan untuk mencari kayu sebagai sumber penghasilannya. Sesampainya di hutan, ia disambut gelisah oleh tuan Ubuwana.
“Rukminto”
“iya tuanku Ubuwana, ada apakah gerangan seperti terlihat gelisah?”
“Kemarin, saat aku tidur, seseorang berkuda marah-marah hingga bembuatku terbangun. Siapa gerangan?”
“bagaimana ciri-ciri orang tersebut tuan?”
“mengenakan baju emas, dia hanya berdian duduk di atas kuda. Dia tidak sendirian, melainkan bersama beberapa orang lagi, tetapi penampilanya berbeda.”
“mengenakan mahkota?”
“ya, siapa?.”
“tidak salah lagi. . .” dia berbisik pada dirinya sendiri sambil memikirkan raja Indar.
“hei.. siapa dia Rukminto? Kau semakin membuatku penasaran.”
“Beliau adalah raja Indar, Tuan.”
“Apa? Raja?”
“iya tuan, ada apa?”
“mana pantas dia menjadi seorang raja! Hendak dijadikan makanan lezat kau Rukminto.”
“apakah yang Tuan maksudkan? Saya tidak mengerti tuan.”
Belum sempat mendengar jawaban, tuan Ubuwana pergi begitu saja. Rukminto mulai bingung, sebenarnya, apa yang dimaksud tuannya itu. Selesai mencari kayu, Rukminto langsung pulang. Sesampainya di rumah, belum sempat membuka pintu datanglah prajurit kerajaan.
“Hai anak muda!! Mana upeti!”
“Upeti yang mana? Saya kan sudah membayar upeti satu pekan yang lalu, membayar lagi kan pekan depan.”
“banyak bicara kamu!”
Para prajurit langsung menyerang Rukminto. Untungnya Rukminto menguasai ilmu kanuragan dengan baik, sehingga ia dapat mengalahkan prajurit kerajaan.
* * *
   Matahari terbenam hari mulai malam, terdengar burung hantu suaranya merdu. Duduk termangu ditemani secangkir teh hangat di pekarangan rumahnya. Rukminto berfikir sebagai rakyat yang baik, apa hendak yang bisa ia lakukan untuk menangkal tindak semena-menangan sang raja. Tidak lama kemudian, ia beranjak pergi ke perkumpulan orang-orang desa di pos ronda. Sesampainya di sana, Rukminto mengutarakan semua yang sedang ia fikirkan. Ternyata, warga juga memiliki fikiran yang sama. 
      Mereka merasa tertindas, diperlakukan layaknya binatang, sedih sekali. Mereka mengeluh dan memikirkan masa depan anak-anak mereka kelak. Seketika itu juga mereka ingat kembali saat kepemimpinan raja Rajasa. Kehidupan rakyat jauh lebih baik dibandingkan saat ini. Beberapa lamanya mereka belum juga menemukan solusi dari permasalahan yang terjadi. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengakhiri musyawarah dan pulang. 

* * *
Tidak seperti biasanya, Rukminto pergi ke hutan dengan keadaan cemas. Ia sedang memikirkan segala sesuatu yang telah diperbuat oleh raja. Tak lepas dari pandangan tuan Ubuwana, diperhatikanlah Rukminto dari kejauhan, tak lama kemudian,
“Rukminto, apalah sedang kau fikirkan? Aku melihatmu dari kejauhan, kau tampak gelisah.”
“iya tuan, saya sedang memikirkan raja Indar. Saya takut raja akan membuat onar di desa Lingga lagi. Apakah hendak saya bisa lakukan tuan? Saya hany rakyat biasa.”
“tenanglah wahai sahabatku, aku mengerti bagaimana keadaanmu dan teman-temanmu saat ini. Tetaplah pada tekad dan keyakinanmu, percayakan dirimu, utarakan apa yang kau fikirkan pada sang raja. Jangan pernah takut apabila kita ada pada jalan yang benar. Aku akan selalu membantumu. Hanya kau yang bisa melihatku disini.”
“oh tuanku Ubuwana, terimakasih atas nasehat yang telah Tuan berikan padaku.”
“tak perlu lah kau seperti itu, aku hanya menjalankan tugas.”
Setelah beberapa lama berbincang-bincang, akhirnya Rukminto pulang dengan kayu-kayunya. Kemudian, ia mulai mengerjakan pekerjaannya membuat sangkar.
Pada waktu yang bersamaan, di kerajaan Gading, raja Indar sedang merencanakan sesuatu hal. Ia akan menetapkan aturan baru, bahwa upeti akan dinaikkan 2x lipat lebih tinggi dari sebelumnya. Raja Indar menaikkan upeti denganalasan banyaknya biaya yang digunakan untuk perbaikan desa.
                                                       
Beberapa patih dan anggota kerajaan lainnya telah menyangkal dan menolak kenaikan upeti tersebut.membayar upeti seperti biasanya saja rakyat masih susah. Apalah yang akan terjadi apabila upeti dinaikkan. Raja Indar tetap membantah, ia tetap ingin menaikkan harga upeti. Apalah bisa diperbuat para patih dan lainnya. Mereka hanya bisa berdoa dan berharap ada seseorang yang lebih bijak dapat menggantikannya.

Ternyata, tuan Ubuwana menyelundup ke kerajaan. Tuan Ubuwana segala rencana raja Indar. Datanglah tuan Ubuwana kepada Rukminto. Meminta Rukminto menyiapkan diri dan para penduduk desa untuk berperang melawan kerajaan. Kemudian, pergilah Rukminto kepada penduduk desa. Rukminto mengajak penduduk desa untukk mempelajari ilmu kanuragan denag baik agar mereka dapat menumpas kejahatan.
“Saudara-saudara sekalian, kemarilah!”
“Ada apa Rukminto?” Sahut seorang temannya denga penuh rasa keingintahuan.
“Mulai saat ini, kita harus giat berlatih ilmu kanuragan sebaik mungkin. Pada suatu saat nanti kita akan menghadapi perang besar.”
“Apa yang sedang terjadi sehingga kita akan berperang melawan kerajaan? Kita hanyalah rakyat biasa.”
Sahut warga lainnya.
“Tidakkah kau merasakan penderitaan kita? Waktu terus berlalu, sejak kepemimpinan raja Indar, bukankah seharusnya kehidupan kita menjadi lebih baik? Tapi apa yang terjadi?  Mereka merajalela. Dengar-dengar, raja akan menaikkan upeti. Jika sudah seperti itu, apa kita akan tinggal berdiam diri? Kita harus berani melawan kejahatan. Jangan pernah takut selama kita ada pada jalan yang benar.
“setuju. .  hidup Rukminto ! hidup rukminto! Hidup Rukminto!” seketika itu semua warga berteriak semangat.
“tunggu dulu, kita jangan terlalu cepat mengambil keputusan. Kita harus mempersiapkan segala sesuatu untuk perlindungan diri kita saat berperang nanti.”
“lalu, apa yang harus kita lakukan?”
“kita harus membekali diri dengan persenjataan dan tenaga yang kuat. Mulai sekarang, kita harus berlatih ilmu kanuragan. Setuju ?”
“SETUJUU!!” jawab mereka dengan penuh percaya diri. Setelah itu, masing-masing dari mereka mempersiapkan persenjataan. Membuat tombak, clurit, pedang, serbuk air mata, dll. Mereka juga berlatih ilmu kanuragan bersama Rukminto.
* * *
Lima bulan kemudian, datanglah raja Indar kepada rakyatnya. Raja Indar menyampaikan kenaikan upeti yang sebelumnya telah dibicarakan denga para patih.
“wahai rakyatku, kemarilah!”
(Para penduduk datang bermuka muram, mempertemukan kedua alis matanya seraya bertanya-tanya).
“apalah hendak akan diperbuat lagi oleh raja Indar?”
“dengarlah wahai rakyatku, aku adalah seorang rajakalian harus menuruti perintahku! Siapa saja yang tidak mematuhi aturan kerajaan, akan dihukum masuk penjara dan menjadi tawanan kerajaan. Untuk itu aku menaikkan upeti menjadi 2x lipat lebih tinggi dari belumnya. Apa kalian mengerti? ”
“ampun baginda, tidakkah baginda melihat kehidupan kami? Untuk makan saja susah. Apa yang terjadi bila kita harus membayar upeti lebih mahal dari yang sebelumnya?” ketus Rukminto.
“betul. . betul. .kami hanya rakyat biasa, seharusnya baginda sebagai raja di desa ini berkewajiban menyejahterakan rakyatnya. Bukan malah membuat kami menderita.” Sahut warga desa lainnya.
Warga desa serentak berteriak “setuju. . .!”
“kenapa kalian membangkang? Prajurit! Cepat tangkap siapa saja yang telah berani melawan perintahku!”
“hiaakkkk. ..”
Akhirnya, terjadilah perang antara pihak kerajaan dan rakyat. Meski bekal persenjataan sederhana, tetapi semangat juang mereka sangatlah tinggi. Mereka berharap Rukminto dapat menggantikan raja Indar. Tak lupa juga, tuan Ubuwana membantu Rukminto dalam perang itu. Banyak prajurit kerajaan tewas mengenaskan. Rukminto juga berhasil mengalahkan raja Indar. Para rakyat sangat senang, mereka berfikir selesailah sudah penderitaan itu.
Dengan kesedihan dan rasa sakit yang sedang dirasaknnya, raja Indar mengakui kesalahan. Raja Indar meminta maaf kepada seluruh warga atas apa yang telah ia perbuat selama masa kepemimpinannya. Sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia berwasiat kepada Rukminto agar Rukminto dapat menggantikannya kelak menjadi raja di desa Lingga itu. Tuan Ubuwana sangat senang sekali, dengan begitu, selesailah sudah tugasnya. Ia harus kembali lagi ke kayangan untuk menjalankan tugas berikutnya.
“Rukminto, kini selesailah tugasku. Aku berharap engkau dapat menjaga desa Lingga                    dengan baik. Aku harus kembali ke kayangan.” Pamit tuan Ubuwana.
 “Tidakkah tuan disini menemani hamba? Hamba sangat senang sekali apabila Tuan                       dapat menemani hamba disini.” Rukminto memohon agar tuan Ubuwanan tetap berada                  di desa Lingga.
“tidak bisa Rukminto, aku tetap harus kembali.”
“ya, apalah yang bisa hamba perbuat. Tiada kata yang pantas hamba ucapkan,                           terimakasih tuan. Terimakasih atas segala kebaikan yang tlah tuan berikan kepada hamba.              Berkunjunglah kemari apabila Tuan merindukan hamba.”
Tuan Ubuwana bergegas pergi meninggalkan Rukminto. Rukminto begitu sedih, tetapi kesedihan itu akan segera dihilangkannya. Rukminto berjanji akan menjaga amanat tuan Ubuwana. Akhirnya, Rukminto menjadi pengganti raja Indar. Desa Lingga sangat sejahtera. Rukminto menjadi raja di kerajaan Gading dan menikah dengan adik raja Indar, putra bungsu Raja Rajasa. Mereka hidup bahagia hingga akhir hayat.



SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar